Berani Sekali? STY dan Timnas Indonesia Terkesan Kurang Serius Menatap Piala AFF 2024
SIDIKJARI - Piala AFF menjadi salah satu ajang pembuktian kehebatan tim sepakbola masing-masing negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Sejak mulai digelar pada tahun 1996, piala AFF yang awalnya dikenal dengan piala tiger praktis berhasil menjadi magnet bagi masyarakat asia tenggara yang tentu saja menjagokan negara mereka masing-masing. Tidak terkecuali masyarakat Indonesia yang menunggu ajang akbar dua tahun sekali ini.
Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara dengan masyarakat yang fanatik sepakbola, indonesia belum pernah sekalipun berhasil mencatatkan namanya sebagai pemenang piala AFF. 6 kali kesempatan final yaitu di tahun 2000,2002, 2004, 2010, 2016 dan terakhir di tahun 2020 tak sekalipun berhasil membuat indonesia mengangkat tropi juara. Julukan spesialis runner-up pun dialamatkan bagi Tim Nasional Indonesia, karena memang selalu kalah di final dan seperti hafal sekali bagaimana cara menjadi peringkat kedua.
Seperti yang kita ketahui sebelumnya, skuad timnas Indonesia yang dikirim dan dipercaya mengemban tugas negara untuk berjuang di piala AFF selalu berisi pesepakbola terbaik yang sarat dengan pengalaman. Sebut saja Kurniawan Dwi Yulianto, Aji Santoso, Anang Ma’ruf, Hendro Kartiko, Bambang Pamungkas, Ellie Aiboy, Boaz Solossa, Firman Utina, Markus Horizon, Irfan Bachdim dan masih banyak lagi nama bintang lainnya. Begitu pula dengan pemain naturalisasi sekelas Gonzales, Diego Michel, Mark Clock, Raphael Maitimo, Johny van Baukering dan lainnya. Semuanya diturunkan dengan status pemain Timnas Senior, atau boleh dibilang pada masanya mereka menempati kasta teratas dari banyaknya pemain-pemain sepakbola profesional yang dimiliki oleh Indonesia.
Lalu apa yang berbeda dengan tim nan akan diturunkan pada AFF 2024 kali ini? Oke kita coba ulas ya sob.
Perbedaan yang sangat mendasar tentu saja pada komposisi tim yang dipersiapkan oleh coach STY untuk event yang akan dimulai pada desember 2024 ini. Yang paling terlihat mencolok adalah pemain yang diamanatkan untuk mengikuti event piala AFF kali ini rata-rata berusia 20,9 tahun. Muda sekali, ini masih bisa disebut sebagai pemain kelompok usia under 21 (twenty one). Jauh lebih muda dibandingkan dengan rata-rata pemain timnas yang diturunkan pada ajang yang sama di tahun 2022 yaitu 24,7 tahun, dan pada tahun 2020 di usia rata-rata 23,7 tahun. Jika kita membandingkan dengan negara-negara raksasa sepakbola asia tenggara sebutlah malaysia dan vietnam yang menurunkan pemain dengan rata-rata usia 26,4 tahun serta thailand dengan rata-rata usia 26,5 tahun. Bahkan pemain termuda yang dipersiapkan untuk event kali ini adalah Arkhan Kaka yang baru berusia 17 tahun.
Di event ini coach STY berdasarkan rilis daftar squad yang akan berlaga, mutlak mengandalkan pemain muda yang diantaranya merupakan punggawa Timnas U-22 seperti Kadek Arel, Sultan Zaki, Rahyan Hanan dan Arkhan Kaka sendiri. Pemain muda seperti Marselino Ferdinand atau Raphael Struik tentu dapat kita pahami, walaupun umurnya terbilang juga masih sangat muda, namun telah sangat berpengalaman merasakan atmosfer persaingan internasional di level Timnas Senior.
Kebijakan ini memunculkan pertanyaan besar, apakah ini langkah strategis untuk membangun regenerasi jangka panjang, atau justru menjadi perjudian besar untuk gelar yang selama ini didambakan? Mengandalkan pemain muda tentu membawa tantangan tersendiri. Meski memiliki energi dan potensi besar, pengalaman mereka di level senior apalagi dalam turnamen sekelas Piala AFF masih minim. Tekanan dari ekspektasi tinggi masyarakat Indonesia serta atmosfer pertandingan yang intens bisa menjadi hambatan besar.
Mari kita sedikit menelaah keputusan STY ini. Coach Shin Tae-yong dikenal sebagai pelatih yang berani mengambil keputusan tidak populer. Di bawah asuhannya, timnas Indonesia mulai memperlihatkan peningkatan fisik dan stamina, gaya permainan yang lebih modern dan terstruktur, meskipun hasil akhir kadang masih jauh dari harapan. Setidaknya itu yang kita rasakan dan nikmati dari pertandingan terakhir ketika Timnas berhasil membungkam jagoan Asia, Arab Saudi di GBK pada 19 November yang lalu. Namun, apakah keberanian STY kali ini akan menjadi langkah maju atau justru bumerang mengingat rindunya kita pada gelar juara AFF?
Sejauh ini, ada dua sisi yang dapat kita lihat dari strategi ini. Pertama, dengan menurunkan pemain muda, ada peluang regenerasi besar-besaran di tubuh timnas Indonesia. Pemain-pemain muda ini mendapat kesempatan untuk merasakan atmosfer kompetisi internasional sejak dini, yang bisa menjadi bekal penting untuk turnamen-turnamen besar lainnya di masa depan, termasuk Piala Asia dan bahkan kualifikasi Piala Dunia.
Baca juga : Jadwal Lengkap Piala AFF 2024: Siapa Juara?
Namun, di sisi lain, keputusan ini bisa dianggap terlalu berisiko. Jika tim muda ini gagal memenuhi ekspektasi, kritikan tajam pasti akan mengarah pada STY dan federasi sepakbola Indonesia. Sebagai contoh, fans sepakbola Indonesia dikenal sangat vokal dalam menyampaikan pendapat mereka, baik di media sosial maupun di tribun stadion.
Terlepas dari segala pro dan kontra, keputusan ini menuntut dukungan penuh dari semua pihak, termasuk kita sebagai suporter. Membangun tim yang kuat membutuhkan proses dan waktu, dan jika ini adalah bagian dari rencana jangka panjang, maka kita perlu bersabar, memberikan dukungan dan kepercayaan penuh pada coach shin yang telah berulang kali berikrar cinta pada Indonesia dan sepak bolanya.
Sob, bagaimana pendapat kamu tentang
strategi STY ini? Apakah ini langkah yang tepat untuk memulai regenerasi,
ataukah justru sebuah perjudian besar untuk mempertaruhkan gengsi sepakbola
Indonesia? Tulis komentar kamu di bawah, Kita doakan bersama semoga Timnas Garuda bisa memberikan performa terbaik
dan membawa kebanggaan bagi Indonesia!
Tidak ada komentar